Jakarta — Pengamat intelijen dan terorisme, Ridlwan Habib, mengingatkan masyarakat untuk lebih waspada terhadap munculnya narasi provokatif yang belakangan marak di ruang publik, khususnya di media sosial. Peringatan ini disampaikan menyusul situasi pasca demonstrasi besar yang berujung kerusuhan, di mana Indonesia kini sedang memasuki masa pemulihan secara bertahap.
Menurut Ridlwan, proses recovery tidak cukup dilakukan secara simbolik, tetapi harus menyeluruh dan mampu mengakomodasi berbagai tuntutan masyarakat. “Kalau tidak ditangani serius, sisa kekecewaan bisa dimanfaatkan oleh kelompok tertentu dengan menyebarkan isu-isu provokatif,” ujarnya.
Salah satu fenomena yang tengah mengemuka adalah narasi “eat the rich” yang gencar beredar di platform X, TikTok, hingga Instagram, terutama di kalangan generasi muda. Narasi ini, kata Ridlwan, berbahaya karena meniru pola demonstrasi di Nepal yang dipicu kesenjangan ekonomi. Dengan mengangkat gaya hidup glamor anak-anak pejabat di tengah kesulitan ekonomi rakyat, dikhawatirkan akan menimbulkan segregasi sosial, benturan kelas, bahkan opini keliru bahwa semua kalangan kaya tidak sejalan dengan nilai Pancasila.
Ridlwan juga menekankan pentingnya peran tokoh masyarakat untuk tampil memberi pencerahan. Ia menilai langkah Presiden Prabowo yang mengundang tokoh-tokoh senior melalui Gerakan Nurani Bangsa patut diapresiasi, namun masih diperlukan sosok penghubung atau middleman. “Harus ada jembatan komunikasi yang efektif dengan Gen Z agar aspirasi tersalurkan dengan sehat dan tidak dimanipulasi oleh narasi ekstrem,” jelasnya.
Terkait isu komunisme yang sering muncul menjelang akhir September, Ridlwan menyebut pola gerakannya kini sudah berubah. Menurutnya, bentuk lama komunisme memang tidak ada lagi, tetapi generasi muda justru tengah tertarik dengan ide-ide kiri liberal atau anarko-sindikalis. Paham ini menolak sistem hukum dan peran negara, mengusung kesetaraan mutlak tanpa struktur pemerintahan. Beberapa kelompok anarko bahkan sudah aktif turun dalam aksi unjuk rasa belakangan ini.
Karena itu, Ridlwan mengingatkan pemerintah untuk tetap waspada terhadap “ide-ide liar” yang berkembang di kalangan muda. Ia menyoroti pentingnya mengaktifkan Forum Kewaspadaan Dini yang dimiliki Kementerian Dalam Negeri di seluruh provinsi. “Kalau forum ini dijalankan optimal menjelang 30 September dan 1 Oktober, potensi kerawanan bisa diredam sejak awal,” tegasnya.
Ridlwan menutup dengan imbauan agar masyarakat tetap tenang, tidak mudah terpancing isu, dan bersama-sama menjaga persatuan bangsa di momen sensitif menjelang peringatan G30S.