Merawat Toleransi Papua sebagai Fondasi Stabilitas Menjelang Tahun Baru 2026

Oleh: Sylvia Mote *)

Pasca perayaan Natal, Papua memasuki fase penting yang menuntut konsistensi dalam menjaga stabilitas sosial menjelang pergantian tahun. Momentum Tahun Baru kerap ditandai dengan meningkatnya mobilitas masyarakat, intensitas aktivitas publik, serta dinamika sosial yang lebih terbuka. Dalam konteks Papua yang memiliki keragaman agama, suku, dan budaya, menjaga toleransi pada periode ini bukan sekadar kebutuhan sosial, melainkan bagian dari agenda strategis pemerintah untuk memastikan kesinambungan pembangunan dan ketertiban umum.

Pemerintah pusat dan daerah menempatkan stabilitas sosial sebagai fondasi utama menjelang Tahun Baru. Pendekatan ini tercermin dari narasi kebijakan yang terus menekankan pentingnya persatuan, kedewasaan sosial, dan penghormatan terhadap keberagaman. Gubernur Papua Pegunungan, John Tabo, secara konsisten menegaskan bahwa pengamalan nilai-nilai Pancasila harus menjadi pedoman hidup masyarakat, terutama dalam mengelola perbedaan yang ada. Menurut pandangannya, toleransi tidak berhenti pada momentum keagamaan, tetapi harus terus dihidupi dalam kehidupan bermasyarakat, termasuk setelah Natal berlalu dan memasuki transisi akhir tahun.

Penekanan terhadap Pancasila tersebut memiliki relevansi langsung dengan agenda pembangunan pemerintah. John Tabo menilai bahwa kehidupan sosial yang harmonis merupakan prasyarat mutlak bagi kelancaran program pembangunan di Papua Pegunungan. Stabilitas pasca-Natal hingga pergantian tahun dinilai sangat menentukan efektivitas pelayanan publik, aktivitas ekonomi, serta keberlanjutan program strategis pemerintah daerah. Dalam situasi yang aman dan kondusif, kebijakan pembangunan dapat dijalankan secara optimal dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas.

Kebijakan pemerintah daerah Papua Pegunungan yang mengedepankan sinergi antara gereja, adat, dan pemerintah menunjukkan pendekatan yang kontekstual dan berorientasi jangka panjang. Setelah Natal, peran ketiga pilar ini tetap menjadi penyangga utama harmoni sosial, terutama dalam mencegah munculnya potensi gesekan sosial menjelang Tahun Baru. Pemerintah tidak memosisikan diri sebagai aktor tunggal, melainkan sebagai penghubung kepentingan yang memastikan seluruh elemen masyarakat bergerak dalam satu arah pembangunan.

Dalam kerangka tersebut, toleransi dipahami bukan hanya sebagai nilai etis, tetapi sebagai strategi pemerintahan yang berorientasi pada stabilitas dan efektivitas kebijakan. Kolaborasi antara institusi keagamaan, adat, dan pemerintah membuka ruang dialog yang berkelanjutan, sehingga potensi konflik dapat dikelola secara persuasif. Pemerintah daerah meyakini bahwa pembangunan di Papua hanya dapat berjalan berkelanjutan apabila ditopang oleh harmoni sosial yang terjaga, khususnya pada periode sensitif seperti pergantian tahun.

Prinsip menjaga toleransi menjelang Tahun Baru juga menjadi perhatian pemerintah daerah di wilayah Papua lainnya. Gubernur Papua Barat Daya, Elisa Kambu, dalam berbagai pernyataannya menekankan bahwa stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat merupakan tanggung jawab bersama. Pemerintah daerah memandang bahwa rasa aman di penghujung tahun merupakan kebutuhan dasar masyarakat yang harus dijamin agar seluruh aktivitas sosial dan ekonomi dapat berlangsung normal dan terhindar dari gangguan yang tidak perlu.

Penekanan terhadap stabilitas ini sejalan dengan kebijakan nasional yang menempatkan ketertiban umum sebagai prasyarat utama pembangunan. Pemerintah memahami bahwa gangguan keamanan, sekecil apa pun, berpotensi berdampak luas terhadap kepercayaan publik dan iklim pembangunan. Oleh karena itu, pesan-pesan toleransi dan persatuan terus dikedepankan sebagai bagian dari upaya preventif dalam menjaga Papua tetap kondusif menjelang Tahun Baru.

Di tengah meningkatnya dinamika sosial pada akhir tahun, komunikasi publik pemerintah memegang peranan strategis. Pemerintah daerah secara konsisten menyampaikan pesan persatuan, kedewasaan sosial, dan tanggung jawab bersama melalui berbagai kanal resmi. Pola komunikasi yang menenangkan dan inklusif ini menunjukkan keseriusan negara dalam membangun ketahanan sosial masyarakat, sekaligus mencegah berkembangnya narasi provokatif yang berpotensi mengganggu harmoni sosial.

Dalam perspektif yang lebih luas, toleransi menjelang Tahun Baru memiliki makna strategis bagi posisi Papua dalam pembangunan nasional. Papua terus didorong menjadi wilayah yang stabil dan produktif melalui penguatan otonomi daerah, peningkatan kualitas sumber daya manusia, serta percepatan pembangunan infrastruktur. Seluruh agenda tersebut membutuhkan suasana sosial yang kondusif agar dapat berjalan efektif dan berkelanjutan.

Pendekatan pemerintah yang menautkan nilai kebangsaan dengan kehidupan beragama memperlihatkan kecermatan dalam membaca realitas sosial Papua. Setelah Natal berlalu, pesan-pesan persaudaraan dan saling menghormati tetap dijaga sebagai fondasi kehidupan bersama. Tahun Baru diposisikan sebagai momentum memperkuat komitmen kolektif untuk menjaga ruang hidup yang aman, tertib, dan inklusif bagi seluruh masyarakat.

Pada akhirnya, merawat toleransi menjelang Tahun Baru di Papua bukan sekadar kewajiban moral, melainkan agenda strategis pemerintahan. Dukungan terhadap kebijakan pemerintah dalam menjaga stabilitas sosial perlu terus diperkuat, karena dari situlah pembangunan yang berkelanjutan dapat diwujudkan. Papua yang aman, rukun, dan toleran di akhir tahun menjadi fondasi kuat untuk menyongsong tahun baru dengan optimisme, kepercayaan publik, dan arah pembangunan yang semakin kokoh.

*) Pengamat Kebijakan Sosial di Papua

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *