Oleh : Dirandra Falguni )*
Indonesia tengah memasuki babak baru pada sektor energi dan sumber daya mineral. Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, pemerintah menempatkan hilirisasi energi dan mineral sebagai pilar utama menuju kemandirian energi nasional. Visi ini sejalan dengan Asta Cita yang diusung Presiden Prabowo, di mana swasembada energi menjadi salah satu tujuan strategis demi memperkuat ketahanan nasional secara menyeluruh.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dipimpin oleh Menteri Bahlil Lahadalia menunjukkan komitmen yang kuat dalam merealisasikan swasembada energi. Dalam forum Energi Mineral Forum 2025 yang digelar di Jakarta pada 26 Mei 2025, Bahlil menegaskan bahwa pemerintah kini memprioritaskan empat program utama: Makan Bergizi, Swasembada Pangan, Hilirisasi, dan Swasembada Energi. Dari empat program tersebut, dua berada langsung di bawah koordinasinya sebagai Ketua Satuan Tugas Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi.
Bahlil optimis bahwa swasembada energi bukanlah mimpi yang mustahil. Ia mengingatkan bahwa pada era 1990-an, Indonesia pernah dinobatkan sebagai salah satu kekuatan ekonomi Asia dengan capaian luar biasa dalam sektor energi. Pada 1996-1997, produksi minyak Indonesia mampu mencapai hingga 1,6 juta barel per hari (BOPD), sementara konsumsi domestik hanya sekitar 500 ribu BOPD. Selisih besar ini memungkinkan Indonesia mengekspor satu juta barel per hari, menjadikan migas sebagai penyumbang utama pendapatan negara hingga 45 persen. Namun, seiring krisis ekonomi dan perubahan regulasi yang drastis, industri migas nasional perlahan merosot dan kehilangan daya saingnya.
Menyadari kenyataan itu, pemerintah kini berupaya mengembalikan kejayaan sektor energi dengan memperkuat regulasi dan mendorong investasi pada sektor hulu dan hilir. Sejalan dengan arahan Presiden Prabowo, kemandirian pangan dan energi menjadi tolok ukur utama dalam mengukur kekuatan suatu negara. Oleh karena itu, hilirisasi tidak hanya dimaknai sebagai proses industrialisasi bahan mentah, tetapi juga sebagai langkah strategis untuk memperkuat fondasi energi nasional yang tahan terhadap guncangan global.
Dukungan konkret terhadap agenda besar ini juga datang dari PT Pertamina Hulu Energi (PHE), yang merupakan Subholding Upstream dari PT Pertamina (Persero). Sebagai garda terdepan eksplorasi migas, PHE menargetkan pertumbuhan eksplorasi sebesar 37% per tahun. Ini adalah bagian dari strategi jangka menengah dan panjang untuk mendorong swasembada energi secara berkelanjutan.
Direktur Eksplorasi PHE, Muharram Jaya Panguriseng, menjelaskan bahwa pihaknya telah mengadopsi tiga strategi utama. Pertama, pengoptimalan eksplorasi di area eksisting yang masih memiliki potensi signifikan. Kedua, perluasan ke wilayah baru (open area) untuk menemukan blok-blok baru dengan potensi cadangan besar. Ketiga, kerja sama dengan mitra strategis guna menekan risiko eksplorasi dan mentransfer teknologi terkini ke dalam negeri.
Hasil dari strategi tersebut sudah mulai terlihat nyata. Dalam tiga tahun terakhir, PHE berhasil mengamankan delapan wilayah kerja eksplorasi baru dan menemukan dua cadangan besar pada 2024, yakni struktur Tedong (TDG)-001 dengan sumber daya gas sebesar 548 bcf (billion cubic feet) dan struktur Padang Pancuran (PPC)-1 dengan sumber daya minyak sebesar 140,6 juta barel ekuivalen minyak (mmboe). Capaian ini menjadi rekor tertinggi Pertamina dalam lima belas tahun terakhir dan memperkuat harapan akan kebangkitan sektor hulu migas Indonesia.
PHE juga tidak mengabaikan prinsip tata kelola yang baik dan keberlanjutan. Mereka menerapkan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) dalam setiap operasinya serta menerapkan Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) berstandar ISO 37001:2016. Komitmen untuk menjaga integritas bisnis ini menjadi landasan penting dalam menjaga kepercayaan publik serta memastikan bahwa setiap langkah eksplorasi dan produksi dilakukan secara etis dan profesional.
Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, menegaskan bahwa pengembangan sektor hulu adalah kunci utama untuk mencapai swasembada energi. Pertumbuhan produksi migas melalui strategi eksplorasi yang agresif diharapkan mampu memenuhi kebutuhan energi nasional dan sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap impor energi. Hal ini sejalan dengan target pemerintah untuk kembali menjadikan Indonesia sebagai negara pengekspor energi, seperti yang pernah terjadi di era keemasan tiga dekade lalu.
Dengan sinergi antara pemerintah dan BUMN energi seperti Pertamina, program hilirisasi energi dan mineral menjadi semakin relevan dalam konteks global saat ini. Dunia sedang mengalami transisi energi besar-besaran, dan Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemain utama jika mampu memanfaatkan potensi sumber daya alamnya secara optimal dan berkelanjutan. Tak hanya dari sisi ekonomi, kemandirian energi juga berkontribusi terhadap stabilitas politik, sosial, dan pertahanan nasional.
Langkah-langkah strategis yang diambil saat ini akan menjadi fondasi penting bagi generasi mendatang. Jika dijalankan secara konsisten, program hilirisasi dan swasembada energi tidak hanya akan menjadikan Indonesia lebih mandiri, tetapi juga lebih tangguh dalam menghadapi dinamika global. Visi besar Presiden Prabowo Subianto untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang berdiri di atas kaki sendiri dalam hal energi, kini mulai terwujud melalui kerja keras dan kolaborasi nyata lintas sektor. Masa depan energi Indonesia sedang dibangun hari ini—dengan semangat optimisme, keberanian, dan kebijakan yang berpihak pada kemandirian nasional.
)* Pengamat Kebijakan Pemerintah