Oleh : Achmad Fahrezi
Dalam semangat Sumpah Pemuda hadir sebuah wujud nyata yang sederhana namun penuh makna: makan bergizi gratis. Program ini bukan sekadar bagi-bagi konsumsi, melainkan cerminan komitmen kolektif untuk memperkuat generasi muda yang sehat, produktif, dan siap berkontribusi. Seiring dengan peluncuran Program Makan Bergizi Gratis (MBG) oleh pemerintah pada awal 2025, kita bisa melihat bagaimana makan bergizi menjadi perekat sosial sekaligus investasi masa depan bangsa.
Ketika pemuda, remaja, dan anak-anak mendapatkan akses makanan bergizi tanpa dipungut biaya, maka tercipta lebih dari sekadar perut kenyang. Ada pesan moral, ada kebersamaan, ada harapan masa depan. Generasi muda yang tumbuh dengan nutrisi baik bukan hanya lebih kuat secara fisik, tapi juga memiliki potensi lebih besar untuk belajar, berprestasi, mengembangkan diri. Menurut pihak penyelenggara, MBG diarahkan untuk menurunkan angka stunting, sekaligus meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Dalam konteks ini, makan bergizi gratis menjadi simbol bahwa kita sebagai bangsa bersatu dalam satu tujuan: mewujudkan generasi unggul.
Lebih dari itu, momentum ini juga menjadi momen bangkit. Bangkit dari berbagai tantangan gizi yang masih membayangi, seperti rendahnya asupan protein, kurangnya variasi makanan, hingga tantangan ekonomi yang membuat keluarga tak selalu mampu menyediakan menu ideal setiap hari. Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Pratikno menegaskan bahwa gizi seimbang harus menjadi kebiasaan sehari-hari, bukan hanya di lingkungan sekolah. Melalui MBG, kita melihat kebangkitan dari kesadaran bahwa pola makan sehat adalah tanggung-jawab bersama pemerintah, masyarakat, institusi pendidikan, dan generasi muda itu sendiri.
Badan Gizi Nasional (BGN) mencatat hingga 20 Oktober 2025, Program Makan Bergizi Gratis telah menjangkau 36.773.520 penerima manfaat, mencakup anak usia PAUD, siswa SD hingga SMA, serta ibu hamil, ibu menyusui, dan balita.
Kepala BGN Dadan Hindayana mengatakan capaian lebih dari 12.500-an SPPG aktif ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam memastikan Program MBG berjalan efektif dan merata. Setiap SPPG berperan penting sebagai dapur komunitas yang mengolah dan menyalurkan makanan bergizi dengan standar keamanan dan higienitas yang ketat
Program makan bergizi gratis ini juga memunculkan benih-benih pertumbuhan — tumbuh dalam makna luas: tumbuh sebagai individu, tumbuh sebagai kelompok, tumbuh sebagai bangsa. Anak yang memperoleh asupan bergizi di sekolah atau pesantren, akan lebih siap untuk berkembang fisik dan kecerdasannya. Sebuah laporan menyebut bahwa konsumsi makanan sehat berkorelasi dengan hasil belajar yang lebih baik.
Lebih jauh lagi, makan bergizi gratis menunjukkan bahwa solidaritas antargenerasi dan antarwilayah sangat diperlukan: kota dan desa, sekolah dan pesantren, pemerintah dan masyarakat sipil — semua bersinergi. Ketika satu anak di sekolah kecil di Lingga, Kepulauan Riau, menerima paket makan bergizi melalui kolaborasi organisasi pemuda, Koramil dan badan gizi, maka itu bukan hanya soal makanan. Itu adalah tindakan kolektif yang melampaui batas administratif dan sosial. Semangat persatuan inilah yang harus terus diperkuat agar visi besar negara bisa tercapai.
Tentu saja, tantangan juga ada. Meskipun program MBG sudah berjalan, berbagai catatan muncul: seperti kebutuhan untuk memastikan keberlanjutan, kualitas bahan makanan, keterlibatan keluarga dan masyarakat dalam mendukung kebiasaan makan sehat, hingga efektivitas dalam jangkauan dan distribusi.Tetapi justru dari sinilah semangat tumbuh berperan: melalui tantangan kita menjadi lebih kuat, lebih kreatif, lebih inovatif.
Dalam konteks pemuda Indonesia, terdapat peran-peran yang bisa diambil agar makan bergizi gratis bukan hanya program temporer tetapi peluang jangka panjang. Pemuda dapat memfasilitasi edukasi gizi di sekolah mereka, melakukan kampanye melalui media sosial, mengadvokasi menu-bergizi di kantin, membangun kebun sekolah atau kebun komunitas yang menyuplai bahan lokal, bahkan menginisiasi bisnis mikro yang terkait dengan pangan sehat. Dengan demikian, makan bergizi gratis bukan hanya makan siang gratis, tetapi ekosistem kesehatan dan produksi pangan yang menyeluruh — yang tumbuh di tangan generasi muda.
Saat kita menampilkan anak-anak yang tertawa bersama sambil menikmati nasi, sayur, lauk ikan atau ayam, buah segar, kita sedang melihat bukan hanya lukisan kebahagiaan sesaat. Kita sedang melihat fondasi masa depan: generasi tangguh yang berdaya saing, komunitas yang melebur menjadi satu dalam kebersamaan, dan ekonomi lokal yang menerima aliran energi baru. Semangat ini sangat sesuai dengan panggilan: Pemuda Indonesia bersatu, bangkit, tumbuh.
Akhirnya, makan bergizi gratis bukan sekadar kebijakan sosial, tetapi manifestasi nyata semangat kebangsaan, gotong-royong, dan harapan. Ketika kita semua pemerintah, masyarakat, sekolah, komunitas pemuda bekerja bersama, maka anak-anak yang hari ini makan bergizi akan menjadi pemuda yang kelak membawa Indonesia menuju masa emas. Tugas kita sekarang adalah menjaga momentum ini, memperkuat bagian lokalnya, memastikan keberlanjutan programnya, dan menjadikan makan bergizi gratis sebagai kebiasaan yang melekat bukan program sekali-jalan.
Mari kita, sebagai generasi muda dan bangsa, menyambut dengan penuh semangat bahwa makan bergizi gratis adalah wujud nyatanya semangat bersatu, bangkit, dan tumbuh. Dan dengan demikian, Pemuda Indonesia tidak hanya bermimpi, tetapi bergerak, berkontribusi, dan berkembang bersama bangsa.
)* Pengamat Kebijakan Publik
