Oleh: Yandi Arya Adinegara)*
Bencana alam yang terjadi di Aceh, terutama banjir dan longsor, telah menuntut kerja keras dan koordinasi antara berbagai pihak untuk mempercepat pemulihan wilayah yang terdampak. Salah satu contoh keberhasilan dalam penanganan bencana ini adalah sinergi yang kuat antara pemerintah daerah, bupati setempat, serta pemerintah pusat, termasuk Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian. Sinergi ini telah mengundang apresiasi dari warga Aceh, yang merasa semakin optimistis melihat upaya bersama yang luar biasa dalam mengatasi dampak bencana.
Di Aceh Tamiang, Bupati Irjen Pol (P) Drs. Armia Pahmi, MH, menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada Menteri Dalam Negeri M. Tito Karnavian atas perhatian dan dukungan langsungnya. Kehadiran Mendagri dalam rapat koordinasi penanganan bencana di Kabupaten Aceh Tamiang pada 22 Desember 2025 lalu memberikan semangat baru bagi masyarakat dan pemerintah daerah. Bupati Armia menegaskan bahwa bantuan pemerintah pusat sangat penting untuk mempercepat proses pemulihan, baik dalam perbaikan infrastruktur maupun dalam menghidupkan kembali ekonomi warga yang terdampak bencana. Dukungan dari pemerintah pusat sangat krusial, agar pemulihan berjalan lebih cepat dan tepat sasaran.
Pemerintah pusat, melalui Menteri Dalam Negeri, M. Tito Karnavian, menegaskan pentingnya normalisasi fasilitas publik dan pembersihan areal permukiman serta fasilitas umum. Perhatian pada pasar dan fasilitas sosial sangat penting untuk mempercepat pemulihan perekonomian. Komitmen untuk mengkoordinasikan lintas kementerian dalam mempercepat pemulihan pasca-bencana pun menjadi titik terang bagi Aceh Tamiang. Ini adalah bukti bahwa sinergi yang baik antara pemerintah daerah dan pusat memberikan dampak positif bagi percepatan proses rehabilitasi.
Tidak hanya di Aceh Tamiang, di Aceh Utara, sinergi antara Bupati H. Ismail A. Jalil dan pemerintah pusat juga mendapat apresiasi tinggi dari masyarakat. Dalam kunjungan Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto ke Kecamatan Langkahan, Bupati Aceh Utara didampingi unsur Forkopimda setempat turut menyambut dengan hangat. Masyarakat Aceh Utara berharap bahwa dukungan dari pemerintah pusat dapat mempercepat pemulihan wilayah yang terdampak banjir bandang. Dalam kesempatan tersebut, bantuan tanggap darurat pun disalurkan langsung kepada warga yang terdampak. Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto pun berkomitmen untuk segera membangun hunian sementara dan infrastruktur guna mendukung pemulihan sosial dan ekonomi di daerah tersebut.
Sinergi ini sangat terasa bagi warga yang sedang berjuang menghadapi dampak bencana, karena pemerintah pusat turut hadir dalam memastikan bahwa bantuan dan program pemulihan tepat sasaran.
Di Aceh Timur, Bupati Iskandar Usman Al-Farlaky, S.H.I., M.Si bersama dengan Forkopimda menyambut kedatangan Mendagri Tito Karnavian di Kecamatan Serbajadi, yang juga terdampak parah akibat banjir dan longsor. Bupati Iskandar menyampaikan langsung kebutuhan mendesak, termasuk tenda pengungsian dan logistik yang diperlukan warga. Bupati Iskandar berharap dengan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah, Aceh Timur dapat segera pulih dan masyarakat bisa melanjutkan kehidupannya dengan lebih baik.
Pemerintah pusat yang diwakili oleh Mendagri Tito Karnavian juga menanggapi aspirasi warga terkait kebutuhan lahan untuk relokasi, khususnya dengan memanfaatkan lahan HGU yang tidak lagi digunakan. Ini menunjukkan bahwa pemerintah pusat benar-benar mendengarkan aspirasi warga dan siap mengambil langkah konkret untuk mendukung pemulihan. Kehadiran Mendagri dan kebijakan yang segera diambil menunjukkan sinergi yang kuat dan responsif dari pemerintah dalam menangani bencana.
Dalam kesempatan lainnya, Bupati Aceh Singkil, H. Safriadi Oyon, SH., bersama jajaran Forkopimda secara resmi menerima penyaluran bantuan tanggap darurat dari tim relawan Universitas Teuku Umar yang diinisiasi oleh Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek). Program Pengabdian Kepada Masyarakat yang dilaksanakan oleh perguruan tinggi ini merupakan contoh sinergi lintas sektor yang patut diapresiasi. Bupati Safriadi mengungkapkan rasa terima kasih kepada Universitas Teuku Umar dan kementerian terkait, yang tidak hanya memberikan bantuan fisik, tetapi juga semangat solidaritas dari dunia pendidikan.
Lebih dari itu, dalam penanganan bencana ini, peran sektor swasta juga turut memberikan kontribusi signifikan. Di Aceh Tamiang, misalnya, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia berkomitmen untuk membangun 500 unit rumah hunian tetap bagi warga yang terdampak bencana hidrometeorologi. Komitmen ini menambah dimensi kemanusiaan dalam upaya pemulihan. Bupati Armia memberikan apresiasi atas bantuan tersebut yang sangat penting dalam memastikan warga memiliki tempat tinggal yang layak setelah bencana.
Secara keseluruhan, warga Aceh mengapresiasi dan merasakan manfaat nyata dari sinergi antara pemerintah daerah, pemerintah pusat, dan berbagai pihak lainnya dalam penanganan bencana. Sinergi ini tidak hanya terbatas pada bantuan fisik, tetapi juga menyentuh aspek moral dan psikologis warga yang sedang berjuang keluar dari kesulitan. Dengan dukungan yang solid, Aceh dapat bangkit lebih cepat dan lebih tangguh dalam menghadapi masa depan yang lebih baik.
Dukungan ini menunjukkan bahwa negara hadir untuk rakyatnya, bahwa tidak ada yang terlupakan dalam proses pemulihan, dan bahwa sinergi antara pemerintah daerah, pusat, serta masyarakat akan terus menjadi landasan kuat dalam menghadapi bencana di masa yang akan datang. Warga Aceh optimistis bahwa dengan sinergi ini, pemulihan pasca-bencana akan berjalan lebih cepat dan tepat sasaran.
)*Penulis Merupakan Pengamat Sosial
Komitmen negara dalam melindungi masyarakatnya kembali diuji saat rangkaian bencana alam melanda sejumlah wilayah di Sumatera. Banjir bandang dan tanah longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat bukan sekadar peristiwa alam, melainkan ujian atas kesiapan kebijakan publik dalam merespons krisis secara cepat, terukur, dan berkelanjutan. Dalam konteks ini, langkah pemerintah menyiapkan dana hingga Rp60 triliun untuk pemulihan Sumatera menunjukkan keseriusan negara hadir sejak fase tanggap darurat hingga rehabilitasi dan rekonstruksi jangka panjang.
Kesiapan anggaran dalam jumlah besar tersebut bukan keputusan reaktif yang diambil secara tergesa-gesa. Pemerintah telah mengamankan ruang fiskal melalui efisiensi dan penghematan belanja negara, sehingga dana pemulihan dapat dimasukkan secara solid dalam postur APBN 2026. Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa menjelaskan bahwa kebutuhan riil pemulihan di tiga provinsi terdampak diperkirakan mencapai Rp51 triliun. Dengan menyiapkan anggaran di atas estimasi kebutuhan, pemerintah tidak hanya menutup kekurangan pembiayaan, tetapi juga menciptakan bantalan fiskal agar proses pemulihan tidak terhambat dinamika keuangan negara.
Pendekatan ini mencerminkan pembelajaran dari pengalaman penanganan bencana sebelumnya, di mana keterbatasan anggaran kerap memperlambat pembangunan kembali infrastruktur dan pemulihan ekonomi masyarakat. Pemerintah kini memilih bersikap antisipatif dengan memastikan ketersediaan dana sejak awal, sehingga pembangunan rumah warga, perbaikan jalan, jembatan, fasilitas pendidikan, dan layanan kesehatan dapat segera dilakukan tanpa harus menunggu proses anggaran tambahan yang berlarut-larut.
Di sisi penanganan jangka pendek, negara juga bergerak cepat. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah memperoleh tambahan anggaran Rp1,6 triliun pada tahun berjalan, di luar dana siap pakai yang masih tersedia. Langkah ini penting untuk menjamin keberlanjutan operasi kemanusiaan, distribusi logistik, serta pemulihan awal kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat terdampak. Pemerintah juga menerapkan relaksasi dana transfer ke daerah, memberi ruang bagi pemerintah daerah untuk mengambil langkah cepat sesuai kebutuhan lapangan tanpa terbelenggu prosedur fiskal yang kaku.
Dukungan fiskal tersebut diperkuat dengan keputusan Presiden Prabowo Subianto menyalurkan bantuan langsung senilai Rp268 miliar kepada pemerintah daerah terdampak. Skema ini memastikan dana masuk langsung ke APBD provinsi serta kabupaten dan kota, sehingga dapat segera dimanfaatkan untuk kebutuhan mendesak. Pendekatan ini menunjukkan pemahaman bahwa pemulihan tidak hanya bergantung pada proyek besar nasional, tetapi juga pada kemampuan daerah merespons kebutuhan warganya secara cepat dan kontekstual.
Koordinasi lintas sektor juga menjadi kunci keberhasilan agenda pemulihan ini. Sekretaris Kabinet, Teddy Indra Wijaya menegaskan bahwa penanganan bencana di Sumatera dilakukan dalam skala nasional, dengan pengerahan personel dan logistik dari berbagai wilayah. Sementara itu, Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Pratikno menegaskan bahwa Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat ditetapkan sebagai prioritas nasional hingga proses pemulihan benar-benar tuntas. Penegasan ini penting untuk menjaga konsistensi kebijakan lintas kementerian dan lembaga agar tidak terjadi fragmentasi program di lapangan.
Pemerintah juga menunjukkan fleksibilitas kebijakan dengan membuka opsi restrukturisasi hingga penghapusan pinjaman daerah yang terdampak bencana. Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara menjelaskan pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional dapat disesuaikan melalui perpanjangan tenor atau pengurangan cicilan, bahkan dihapus apabila infrastruktur yang dibiayai mengalami kerusakan berat. Kebijakan ini mencerminkan keberpihakan negara kepada daerah, agar beban fiskal pascabencana tidak menghambat pemulihan layanan publik dan pembangunan jangka menengah.
Selain itu, percepatan klaim asuransi atas Barang Milik Negara yang terdampak bencana menjadi langkah strategis untuk mempercepat pembiayaan pembangunan kembali. Koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan dilakukan agar dana asuransi dapat segera dicairkan dan digunakan secara efektif. Pada 2026, pemerintah juga menyiapkan penyaluran pooling fund bencana melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup, memperkuat arsitektur pembiayaan risiko bencana yang lebih berkelanjutan.
Seluruh instrumen ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak hanya mengandalkan satu sumber pendanaan, melainkan mengonsolidasikan berbagai skema pembiayaan secara terkoordinasi. Penyesuaian prioritas belanja APBN, pemanfaatan anggaran infrastruktur kementerian dan lembaga, hingga pelaksanaan Instruksi Presiden diarahkan untuk memastikan pemulihan Sumatera berjalan menyeluruh dan berkesinambungan.
Di tengah tantangan fiskal global dan kebutuhan pembangunan nasional yang besar, keberanian pemerintah menempatkan pemulihan Sumatera sebagai agenda prioritas patut diapresiasi. Kebijakan ini bukan semata soal angka triliunan rupiah, melainkan tentang kehadiran negara dalam memastikan masyarakat terdampak dapat bangkit, merasa dilindungi, dan kembali menatap masa depan dengan optimisme. Jika konsistensi kebijakan dan pengawasan pelaksanaan dapat dijaga, agenda pemulihan Sumatera berpotensi menjadi contoh kuat bagaimana negara bekerja efektif saat warganya menghadapi krisis.
Dengan memastikan kesinambungan pendanaan, koordinasi pusat–daerah, dan fleksibilitas kebijakan keuangan, pemerintah tidak hanya membangun kembali wilayah terdampak, tetapi juga memperkuat kepercayaan publik bahwa negara hadir secara nyata dalam situasi krisis. Dalam jangka panjang, konsistensi kebijakan semacam ini akan menjadi fondasi penting bagi ketahanan sosial, ekonomi, dan infrastruktur nasional di tengah risiko bencana yang kian kompleks.
)* Analis Kebijakan Publik
