JAKOP dan Arah Baru Papua: Dari Persatuan Iman Menuju Kesejahteraan Sosial

Oleh: Pukat Telenggen *)

Perjalanan Papua menuju kesejahteraan yang inklusif memerlukan fondasi sosial yang kuat, terutama pada tataran moral, keterhubungan komunitas, dan kemitraan strategis dengan pemerintah. Dalam konteks inilah, Jaringan Komunikasi Oikumene Papua (JAKOP) memainkan peran penting sebagai jembatan yang mempertemukan aspirasi keagamaan dengan arah kebijakan pembangunan nasional. Selama bertahun-tahun, gereja menjadi institusi yang paling dekat dengan masyarakat Papua, sehingga kontribusinya terhadap stabilitas sosial dan kemajuan ekonomi menjadi sangat signifikan.

Ketua JAKOP, Pendeta Nabot Manufandu, dalam diskusi panel yang berlangsung di Jayapura, menjelaskan bahwa penguatan nilai-nilai moral berbasis Injil menjadi langkah awal yang harus diperkuat bersama. Sebagai tokoh gereja yang memahami dinamika sosial Papua, ia menyatakan bahwa kampanye moral tersebut tidak dimaksudkan sebagai agenda baru, melainkan kelanjutan dari pekerjaan lama yang terbukti relevan dalam memperkuat resiliensi masyarakat. Kesadaran moral ini menjadi salah satu unsur penting dalam pembangunan sosial yang sejalan dengan kerangka kebijakan pemerintah, terutama dalam menciptakan Papua yang damai dan produktif.

Di sisi lain, tokoh oikumene seperti Pendeta Fredy Toam dan Pendeta Dominggus Noya memperkuat pandangan bahwa kesatuan tubuh gereja, meskipun terbagi dalam banyak denominasi, merupakan pilar strategis dalam mendorong stabilitas sosial. Mereka menilai bahwa kerja sama lintas denominasi tidak hanya memperkokoh solidaritas umat, tetapi juga memperluas ruang dialog hingga ke daerah yang sebelumnya sulit dijangkau. Pendekatan seperti ini sangat mendukung agenda pemerintah yang menempatkan pembangunan manusia sebagai inti dari kesejahteraan Papua. Ketika komunitas gereja bersatu dan terlibat aktif, maka program pemerintah, termasuk terkait pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi, memiliki ekosistem sosial yang lebih siap untuk menerima dan menjalankannya.

Pemerintah pusat telah menetapkan Papua sebagai wilayah prioritas dalam peta jalan kesejahteraan nasional melalui berbagai program strategis, mulai dari pendekatan pembangunan daerah otonomi baru hingga percepatan pelayanan dasar. Komitmen JAKOP untuk memperkokoh hubungan lintas denominasi baik di tingkat lokal, nasional, maupun internasional dapat menjadi katalisator yang mempercepat penerimaan publik terhadap berbagai kebijakan tersebut. Peran gereja sebagai mitra strategis pemerintah menjadi semakin relevan karena ia memiliki jaringan luas hingga ke pelosok yang sering kali tidak tersentuh oleh pendekatan formal birokrasi. Dengan demikian, transformasi sosial dapat berjalan lebih cepat dan lebih kontekstual.

Salah satu poin penting yang disampaikan JAKOP adalah penanaman nilai cinta kasih dan persaudaraan dalam kegiatan gereja yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat di berbagai wilayah Papua. Nilai-nilai ini memiliki dampak langsung terhadap stabilitas sosial karena mampu meredam berbagai narasi yang memecah belah, sekaligus memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap negara. Pemerintah terus berupaya membangun Papua melalui pendekatan humanis yang menempatkan rakyat sebagai subjek pembangunan. Dengan dukungan gereja, pendekatan tersebut mendapatkan legitimasi sosial yang lebih kuat, terutama di wilayah-wilayah yang rentan terhadap konflik atau disinformasi.

Keterlibatan gereja dalam menyumbangkan pemikiran dan tindakan bagi pembangunan Papua juga selaras dengan visi pemerintah menuju Indonesia Emas 2045. Dalam pandangan Manufandu, kontribusi pemikiran tersebut bertujuan memperkuat kolaborasi antara gereja, pemerintah, dan lembaga adat. Pemerintah telah mendorong kolaborasi lintas lembaga dalam berbagai program strategis, karena kesejahteraan Papua bukan hanya persoalan ekonomi, tetapi juga soal harmoni sosial dan keterpaduan nilai budaya. Komunitas adat memegang peran penting dalam struktur sosial Papua, dan keberadaan gereja sebagai pihak yang dihormati dapat menjembatani dialog antara pemerintah dan masyarakat adat secara lebih konstruktif.

JAKOP juga menekankan pentingnya kerja kolaboratif yang melibatkan pemerintah pusat dan daerah. Selama ini, salah satu tantangan pembangunan Papua adalah kesenjangan informasi dan perbedaan cara pandang antara berbagai level pemangku kepentingan. Dengan hadirnya jaringan Oikumene yang kokoh, jalur komunikasi antara pemerintah dan warga menjadi lebih efektif. Kerja sama dalam bidang kesejahteraan masyarakat yang ditekankan JAKOP menjadi komplementer terhadap agenda pemerintah, terutama dalam memastikan akses merata terhadap pendidikan, kesehatan, dan peluang ekonomi. Pendekatan kolaboratif semacam ini memungkinkan kebijakan pemerintah diterjemahkan secara lebih tepat ke dalam kebutuhan konkret masyarakat.

Sinergi antara gereja dan pemerintah bukanlah sesuatu yang muncul secara tiba-tiba, melainkan hasil dari perjalanan panjang yang berlandaskan kepedulian bersama terhadap masa depan Papua. Pemerintah membutuhkan mitra yang memahami karakter sosial masyarakat, sementara gereja membutuhkan ruang kolaborasi yang mampu memperluas dampak pelayanan kemanusiaannya. Komitmen JAKOP yang dirumuskan melalui forum diskusi panel menunjukkan bahwa kedua belah pihak memiliki tujuan yang sama, yaitu memastikan masyarakat Papua menikmati kesejahteraan yang berkeadilan dan berkelanjutan.

Jika sinergi ini dijaga dan diperkuat, maka Papua memiliki peluang besar untuk menjadi contoh keberhasilan pembangunan inklusif di Indonesia. Langkah-langkah kolaboratif yang dilakukan hari ini akan menentukan bagaimana Papua menapaki 20 tahun ke depan menuju Indonesia Emas 2045. Pembangunan yang melibatkan kekuatan moral, sosial, dan kebijakan publik secara terpadu akan menciptakan ekosistem yang memungkinkan masyarakat hidup lebih sejahtera, lebih damai, dan lebih optimis terhadap masa depan sebagai bagian integral dari bangsa Indonesia.

*) Pemerhati Isu Sosial dan Pembangunan Daerah Papua

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *