Oleh: Lestari Arunika )*
Penguatan nilai hak asasi manusia (HAM) menjadi fondasi penting dalam memastikan perlindungan yang lebih kuat bagi anak dan perempuan. Dalam konteks sosial yang terus berkembang, pendekatan berbasis HAM mampu menempatkan keduanya sebagai subjek yang berhak atas keamanan dan martabat penuh.
Kerentanan anak dan perempuan terhadap kekerasan, diskriminasi, serta eksploitasi menunjukkan perlunya penguatan nilai-nilai HAM dalam setiap kebijakan publik. Upaya ini tidak hanya menegaskan komitmen negara, tetapi juga mendorong kesadaran kolektif masyarakat untuk melindungi kelompok rentan.
Ketua Umum (Ketum) Business and Professional Women (BPW) Indonesia, Giwo Rubianto menyerukan pentingnya penguatan pemahaman dan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia, khususnya bagi anak dan perempuan.
Ia mengatakan bahwa anak-anak masih sepenuhnya belum aman dari berbagai bentuk kekerasan. Jika hal itu tak tertangani dengan serius, mereka akan kesulitan menatap masa depan yang seharunya gemilang.
Giwo menilai, kondisi anak-anak Indonesia masih menghadapi ancaman seperti perundungan, kekerasan, hingga pelecehan seksual. Padahal, kata Giwa, anak-anak adalah penerus yang diharapkan mampu membawa Indonesia ke puncak bonus demografi dan mewujudkan cita-cita Indonesia Emas 2045.
Giwo menyatakan bahwa negara telah menyediakan berbagai perangkat untuk memperkuat perlindungan anak, termasuk kurikulum pendidikan yang menekankan pembentukan karakter, seperti Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, Pendidikan Budi Pekerti, dan pendidikan moral lainnya. Pendekatan tersebut dapat menumbuhkan pemahaman bahwa setiap anak memiliki hak untuk dilindungi sekaligus kewajiban sebagai warga negara.
Giwo menjelaskan bahwa pemahaman mengenai hak dan kewajiban perlu dikenalkan sejak usia dini. Anak berhak memperoleh rasa aman dan pendidikan yang layak, sementara kewajibannya adalah menaati aturan serta menghormati orang lain.
Ia juga menyoroti perjalanan panjang Indonesia dalam memperkuat penghormatan terhadap HAM. Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) sejak 1984 hingga lahirnya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) pada 2022 menjadi langkah penting dalam melawan kekerasan berbasis gender.
Selain itu, UU Perlindungan Anak menegaskan bahwa setiap anak harus bebas dari kekerasan fisik, psikis, seksual, penelantaran, maupun eksploitasi. Pancasila dipandang sebagai landasan moral dalam menjamin perlindungan HAM di Indonesia, karena hak asasi bukan pemberian negara, melainkan hak kodrati yang wajib dihormati.
Giwo mengapresiasi upaya pemerintah memperkuat penegakan HAM melalui keberadaan kementerian terkait serta berbagai program sosialisasi yang melibatkan sekolah dan organisasi masyarakat. Ia melihat kesadaran publik terus meningkat dalam menolak dan melaporkan kasus perundungan maupun kekerasan, meskipun tantangan perlindungan HAM masih signifikan.
PBB mencatat sedikitnya 30 bentuk pelanggaran HAM yang harus terus diwaspadai. Karena itu, Giwo mendorong perempuan dan kelompok profesional untuk lebih aktif dalam meningkatkan literasi HAM di masyarakat.
Ia mengajak masyarakat untuk tidak ragu bersuara ketika melihat tindakan pelanggaran HAM. Menurutnya, pendidikan dan kerja sama kolektif merupakan kunci menciptakan lingkungan yang aman dan menghargai martabat setiap orang.
Dalam momentum Hari HAM Sedunia yang akan jatuh pada 10 Desember mendatang, Giwo menekankan bahwa perlindungan anak dan perempuan harus menjadi agenda utama bangsa. Ia mengingatkan bahwa penegakan HAM adalah tanggung jawab bersama antara negara dan seluruh warga.
Dengan memahami serta mengamalkan nilai-nilai HAM, Giwo percaya Indonesia dapat berkembang menjadi negara yang lebih humanis, inklusif, dan berkeadilan.
Selain Giwo, Wakil Ketua Komnas Perempuan, Dahlia Madanih, juga mendorong Kementerian HAM untuk berperan dalam pencegahan dan pemantauan kekerasan seksual, serta penguatan aspek pendidikan.
Selain itu, lanjut Dahlia, Komnas Perempuan mengusulkan agar dalam RUU HAM yang tengah disusun, pemerintah turut memasukkan perlindungan bagi perempuan pembela HAM (PPHAM), mengingat masih adanya praktik kriminalisasi terhadap mereka.
Penguatan nilai HAM selain soal memenuhi regulasi, juga memastikan setiap anak dan perempuan merasakan perlindungan yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Komitmen negara di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo telah berjalan seiring dengan partisipasi aktif masyarakat agar perlindungan tersebut benar-benar efektif.
Dengan meningkatnya kesadaran publik dan hadirnya berbagai perangkat hukum, peluang untuk memutus rantai kekerasan semakin terbuka lebar. Namun, upaya ini membutuhkan konsistensi, terutama dalam pendidikan, pengawasan, dan pemberdayaan kelompok rentan.
Ketika prinsip HAM menjadi landasan tindakan tersebut, maka berbagai bentuk pelanggaran dapat dicegah lebih dini melalui mekanisme perlindungan yang lebih responsif. Dengan demikian, penguatan nilai HAM menjadi instrumen strategis untuk menciptakan lingkungan sosial yang aman, setara, dan berkeadilan bagi anak dan perempuan.
Pada akhirnya, menjadikan HAM sebagai nilai yang hidup dalam praktik sosial adalah tugas bersama seluruh elemen bangsa. Jika prinsip-prinsip ini terus diperkuat, Indonesia dapat melangkah menuju masa depan yang lebih aman, inklusif, dan berkeadilan bagi setiap anak dan perempuan.
)* Aktivis Perempuan
Penguatan Nilai HAM Beri Perlindungan Anak dan Perempuan
